BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelestarian dalam bangunan maupun arsitektur perkotaan merupakan salah
satu daya tarik bagi sebuah kawasan. Dengan terpeliharanya satu bangunan
kuno-bersejarah pada suatu kawasan akan memberikan ikatan kesinambungan
yang erat, antara masa kini dan masa lalu. Seorang ahli hukum dari
Universitas Kopenhagen, Denmark, JJA Worsaae pada abad ke-19 mengatakan,
”bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak hanya melihat masa kini dan
masa mendatang, tetapi mau berpaling ke masa lampau untuk menyimak
perjalanan yang dilaluinya. Melihat hal tersebut, maka masa lalu yang
diungkapkan dengan keberadaan fisik dari bangunan kuno-bersejarah akan
ikut menentukan dan memberikan identitas yang khas bagi suatu kawasan
perkotaan di masa mendatang.
Indonesia yang sudah berumur ratusan tahun sudah pasti memiliki bangunan
kuno yang bersejarah yang merupakan peninggalan dari para penjajah
dulu. Bangunan itu pun tersebar di seluruh pelosok negeri di Indnesia,
salah satunya di Semarang. Sebuah kompleks bangunan kuno yang dahulunya
merupakan pusat kota pada zaman kolonial Belanda terdapat di Semarang.
Kompleks bangunan itu pun terkenal dengan sebutan Kota Lama Semarang.
Kawasan Kota Lama sebenarnya merupakan pusat kota Semarang yang asli,
dimana tampak berbagai bangunan pemerintahan dan sejumlah bangunan
pendukung lain sebagai unsur kawasan pusat kota dengan gaya arsitektur
Belanda.
Kota Lama sebagai salah satu aset yang dimiliki Kota Semarang beserta
sejumlah bangunan bernilai sejarah yang tinggi tersebut, menuntut
penanganan secara serius pihak Pemerintah Kota Semarang. Hal tersebut
mutlak diperlukan sebagai upaya pelestarian terhadap nilai sejarah Kota
Semarang mengingat Kota Lama merupakan salah satu dari sejumlah kawasan
yang dapat meningkatkan pendapatan derah khususnya dari kedatangan
wisatawan.
Kota Lama sebagai sesuatu yang berdiri di tengah perubahan yang terus
berlangsung, tentu saja tidak bisa terhindar dari tumbuhnya banguan baru
di kawasannya. Oleh karena itu Pemerintah Kota Semarang perlu melakukan
konservasi terhadap Kota Lama, sehingga dapat menjaga nilai
arsitektural bangunan kuno yang terdapat didalamnya.
B. Rumusan Masalah
Beberapa rumusan masalah yang timbul antara lain :
1. Apakah yang dimaksud dengan pelestarian arsitektur?
2. Bagaimana pelestarian arsitektur di Kota Lama?
3. Apa upaya yang ditempuh Pemerintah Kota Semarang untuk menjaga
nilai-nilai arsitektur dari bangunan kuno yang terdapat di Kota Lama?
C. Tujuan
Tujuan dari karya tulis ini antara lain :
1. Memberikan informasi mengenai pentingnya pelestarian pada bangunan-bangunan kuno.
2. Memberikan referensi kepada khalayak umum agar melestarikan Kota
Lama Semarang yang banyak menyimpan sejarah Kota Semarang.
3. Membantu Pemerintah Kota Semarang untuk menjadikan Kawasa Kota Lama sebagai wilayah konservasi di kota Semarang
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konservasi/Pelestarian
Konservasi secara umum diartikan pelestarian namun demikian dalam
khasanah para pakar konservasi ternyata memiliki serangkaian pengertian
yang berbeda-beda implikasinya. Istilah konservasi yang biasa digunakan
para arsitek mengacu pada Piagam dari International Council of Monuments
and Site (ICOMOS) tahun 1981 yang dikenal dengan Burra Charter
Burra Charter menyebutkan “konservasi adalah konsep proses
pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang
terkandung didalamnya terpelihara dengan baik.” Pengertian
ini sebenarnya perlu diperluas lebih spesifik yaitu pemeliharaan
morfologi (bentuk fisik) dan fungsinya. Kegiatan konservasi meliputi
seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal
maupun upaya pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Bila dikaitkan
dengan kawasan maka konservasi kawasan atau sub bagian kota mencakup
suatu upaya pencegahan adanya aktivitas perubahan sosial atau
pemanfaatan yang tidak sesuai dan bukan secara fisik saja.
Suatu program konservasi sedapat mungkin tidak hanya dipertahankan
keaslian dan perawatannya, namun tidak mendatangkan nilai ekonomi atau
manfaat lain bagi pemilik atau masyarakat luas. Konsep pelestarian yang
dinamik tidak hanya mendapatkan tujuan pemeliharaan bangunan tercapai
namun dapat menghasilkan pendapatan dan keuntungan lain bagi pemakainya.
Dalam hal ini peran arsitek sangat penting dalam menentukan fungsi yang
sesuai karena tidak semua fungsi dapat dimasukkan. Kegiatan yang
dilakukan ini membutuhkan upaya lintas sektoral, multi dimensi dan
disiplin, serta berkelanjutan. Dan pelestarian merupakan upaya untuk
menciptakan pusaka budaya masa mendatang (future heritage), seperti kata
sejarawan bahwa sejarah adalah masa depan bangsa. Masa kini dan masa
depan adalah masa lalu generasi berikutnya.
B. Bentuk-bentuk Konservasi/Pelestarian
Bentuk-bentuk dari kegiatan konservasi antara lain :
1. Restorasi (dalam konteks yang lebih luas) ialah kegiatan
mengembalikan bentukan fisik suatu tempat kepada kondisi sebelumnya
dengan menghilangkan tambahan-tambahan atau merakit kembali komponen
eksisting menggunakan material baru.
2. Restorasi (dalam konteks terbatas) ialah kegiatan pemugaran
untuk mengembalikan bangunan dan lingkungan cagar budaya semirip mungkin
ke bentuk asalnya berdasarkan data pendukung tentang bentuk arsitektur
dan struktur pada keadaan asal tersebut dan agar persyaratan teknis
bangunan terpenuhi. (Ref.UNESCO.PP. 36/2005).
3. Preservasi (dalam konteks yang luas) ialah kegiatan
pemeliharaan bentukan fisik suatu tempat dalam kondisi eksisting dan
memperlambat bentukan fisik tersebut dari proses kerusakan.
4. Preservasi (dalam konteks yang terbatas) ialah bagian dari
perawatan dan pemeliharaan yang intinya adalah mempertahankan keadaan
sekarang dari bangunan dan lingkungan cagar budaya agar kelayakan
fungsinya terjaga baik (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).
5. Konservasi ( dalam konteks yang luas) ialah semua proses
pengelolaan suatu tempat hingga terjaga signifikasi budayanya. Hal ini
termasuk pemeliharaan dan mungkin (karena kondisinya) termasuk tindakan
preservasi, restorasi, rekonstruksi, konsoilidasi serta revitalisasi.
Biasanya kegiatan ini merupakan kombinasi dari beberapa tindakan
tersebut.
6. Konservasi (dalam konteks terbatas) dari bangunan dan
lingkungan ialah upaya perbaikan dalam rangka pemugaran yang
menitikberatkan pada pembersihan dan pengawasan bahan yang digunakan
sebagai kontsruksi bangunan, agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi.
(Ref.UNESCO.PP. 36/2005).
7. Rekonstruksi ialah kegiatan pemugaran untuk membangun kembali
dan memperbaiki seakurat mungkin bangunan dan lingkungan yang hancur
akibat bencana alam, bencana lainnya, rusak akibat terbengkalai atau
keharusan pindah lokasi karena salah satu sebab yang darurat, dengan
menggunakan bahan yang tersisa atau terselamatkan dengan penambahan
bahan bangunan baru dan menjadikan bangunan tersebut layak fungsi dan
memenuhi persyaratan teknis. (Ref. UNESCO.PP. 36/2005).
8. Konsolidasi ialah kegiatan pemugaran yang menitikberatkan
pada pekerjaan memperkuat, memperkokoh struktur yang rusak atau melemah
secara umum agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi dan bangunan
tetap layak fungsi. Konsolidasi bangunan dapat juga disebut dengan
istilah stabilisasi kalau bagian struktur yang rusak atau melemah
bersifat membahayakan terhadap kekuatan struktur.
9. Revitalisasi ialah kegiatan pemugaran yang bersasaran untuk
mendapatkan nilai tambah yang optimal secara ekonomi, sosial, dan budaya
dalam pemanfaatan bangunan dan lingkungan cagar budaya dan dapat
sebagai bagian dari revitalisasi kawasan kota lama untuk mencegah
hilangnya aset-aset kota yang bernilai sejarah karena kawasan tersebut
mengalami penurunan produktivitas. (Ref.UNESCO.PP. 36/2005, Ditjen PU-Ditjen Tata Perkotaan dan Tata Pedesaan).
10. Pemugaran adalah kegiatan memperbaiki atau memulihkan kembali
bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya ke bentuk aslinya dan dapat
mencakup pekerjaan perbaikan struktur yang bisa dipertanggungjawabkan
dari segi arkeologis, histories dan teknis. (Ref. PP.36/2005).
Kegiatan pemulihan arsitektur bangunan gedung dan lingkungan cagar
budaya yang disamping perbaikan kondisi fisiknya juga demi
pemanfaatannya secara fungsional yang memenuhi persyaratan keandalan
bangunan.
C. Obyek Konservasi
Suatu bangunan dapat dikatakan sebagai bangunan konservasi atau cagar
budaya sehingga dikenai aturan untuk melestarikannya mengacu pada
kriteria yang telah ditentukan. Adapun kriteria obyek atau benda atau
lingkungan atau kawasan sebagai bagian dari kota yang yang harus
dilestarikan menurut National Register of Historic Places, National Park Service US Departement of Interiorantara lain :
1. Obyek yang berkaitan dengan suatu momentum atau peristiwa
signifikan baik dari kesejarahan dan kebudayaan yang menandai perjalanan
suatu bangsa.
2. Kaitan dengan kehidupan tokoh atau komunitas yang cukup penting
dalam sejarah dan kebudayaan. Misalnya, keberadaan rumah-rumah Betawi di
Condet yang menunjukkan bahwa pada masa itu merupakan lingkungan
Betawi.
3. Obyek adalah wujud atau representasi dari suatu karakter, karya,
gaya, tipe, periode, teknologi, dan metode pembangunan yang memiliki
nilai artistik tinggi.
Kategori obyek konservasi sebagai berikut :
1. Obyek keagamaan berupa peninggalan arsitektur atau karya yang bernilai keagamaan.
2. Bangunan atau bentuk struktur yang telah dipindahkan dari lokasi
eksisting yang memiliki nilai signifikan dalam arsitektur atau bentuk
struktur yang masih bertahan terkait dalam peristiwa sejarah tokoh
tertentu.
3. Rumah, kantor, atau ruang aktivitas atau makam tokoh terkenal
dalam sejarah, dengan catatan tidak ada tempat atau bangunan lain yang
terkait dengan riwayat hidupnya.
4. Bangunan pada masa tertentu yang memiliki keunikan desain, gaya atau berkaitan dengan peristiwa sejarah tertentu.
5. Bangunan hasil rekonstruksi an merupakan satu-satunya bangunan yang dapat diselamatkan.
6. Obyek berusia 50 tahun yang memberi nilai yang cukup signifikan atau pengecualian yang dianggap penting.
Department of the Environment Circulars 23/77 The secretary of state for wales mengeluarkan aturan mengenai obyek konservasi, yaitu :
1. Semua bangunan yang didirikan sebelum tahun 1700 yang masih bertahan sesuai dengan kondisi aslinya.
2. Bangunan dari tahun 1700 – 1914 yang mempunyai kualitas dan
karakter khusus saja, selesksi didasarkan pada prinsip membangun arsitek
tertentu.
3. Pemilihan bangunan didasarkan pada : (1) Special value,
(berdasarkan tipe arsitektural atau gambar kehidupan social ekonomi masa
tertentu, contohnya : bangunan industri, stasiun, sekolah, rumah sakit,
balai kota), (2) Hasil aplikasi perkembangan teknologi (contoh bangunan
struktur baja atau awal penggunaan beton), (3) Berkaitan sengan sejarah
atau tokoh tertentu, (4) Group value (contoh hasil perencanaan kota)
misalnya bangunan kota pada tahun 1914-1939 adalah dari jenis –jenis
bangunan yang mewakili hasil arsitektur periodenya.
4. Pengembangan jenis bangunan adalah sebagai berikut : (a) Jenis
langgam bangunan : Modern, Klasik, Vernaculer, (b) Jenis fungsi
bangunan: bangunan peribadatan, bangunan rekreasi publik, bangunan
perkantoran dan komersial, bangunan pendidikan, bangunan perumahan,
bangunan pelayanan publik, bangunan transportasi, (c) Bangunan yang
mewakili karya arsitek tertentu tiap periode.
D. Sejarah Kota Lama
Kota Lama Semarang terletak di Kelurahan Bandarharjo, kecamatan Semarang
Utara. Batas Kota Lama Semarang adalah sebelah Utara Jalan Merak dengan
stasiun Tawang-nya, sebelah Timur berupa Jalan Cendrawasih, sebelah
Selatan adalah Jalan Sendowo dan sebelah Barat berupa Jalan Mpu Tantular
dan sepanjang sungai Semarang. Luas Kota Lama Semarang sekitar 0,3125
km2.
Seperti kota-kota lainnya yang berada di bawah pemerintahan kolonial
Belanda, dibangun pula benteng sebagai pusat militer. Benteng ini
berbentuk segi lima dan pertama kali dibangun di sisi barat kota lama
Semarang saat ini. Benteng ini hanya memiliki satu gerbang di sisi
selatannya dan lima menara pengawas. Kemudian permukiman Belanda mulai
bertumbuh di sisi Timur benteng “Vijfhoek”.
Banyak rumah, gereja dan bangunan perkantoran dibangun di pemukiman ini.
Pemukiman ini adalah cikal bakal dari kota lama Semarang. Pemukiman ini
terkenal dengan nama “de Europeeshe Buurt”.
Bentuk tata kota dan arsitektur pemukiman ini dibentuk mirip dengan tata
kota dan arsitektur di Belanda. Kali Semarang dibentuk menyerupai
Kanal-kanal di Belanda. Pada masa itu benteng Viffjhoek belum menyatu
dengan pemukiman Belanda.
Kota lama Semarang direncanakan sebagai pusat dari pemerintahan kolonial
Belanda dengan banyak bangunan kolonialnya. Ini terjadi setelah
penandatanganan perjanjian antara Mataram dan VOC pada tanggal 15
Januari 1678. Dalam perjanjian tersebut dinyatakan, bahwa Semarang
sebagai Pelabuhan utama kerajaan Mataram telah diserahkan kepada pihak
VOC, karena VOC membantu Mataram menumpas pemberontakan Trunojoyo. Mulai
tahun 1705, Semarang menjadi milik secara penuh VOC. Sejak saat itu
mulai muncul banyak pemberontakan dan suasana menjadi tidak aman lagi.
Belanda membangun benteng untuk melindungi pemukimannya. Benteng yang
terletak di sisi barat kota lama ini di bongkar dan dibangun benteng
baru yang melindungi seluruh kota lama Semarang.
Kehidupan di dalam Benteng berkembang dengan baik. Mulai banyak
bermunculan bangunan-bangunan baru. Pemerintah Kolonial Belanda
membangun gereja Kristen baru yang bernama gereja “Emmanuel” yang sekarang terkenal dengan nama “Gereja Blenduk”. Pada sebelah utara Benteng dibangun Pusat komando militer untuk menjamin pertahanan dan keamanan di dalam benteng.
Pada tahun 1824 gerbang dan menara pengawas benteng ini mulai
dirobohkan. Orang Belanda dan orang Eropa lainnya mulai menempati
pemukiman di sekitar Jalan Bojong (sekarang jalan Pemuda). Pada era ini
kota lama Semarang telah tumbuh menjadi kota kecil yang lengkap. Pada
saat pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811), dibangun jalan
post (Postweg) antara Anyer dan Panarukan. Jalan “de Heerenstraat”
(sekarang jalan Let. Jend.Suprapto) menjadi bagian dari jalan post
tersebut (van Lier, H.P.J. 1928).
Seperempat abad setelah berakhirnya VOC, pemukiman Belanda mulai
berkembang ke Jalan Bojong, ke arah Barat (jalan Daendels) dan di
sepanjang jalan Mataram. Menjelang abad 20, Kota Lama semakin
berkembang pesat dan banyak dibangun kantor perdagangan, bank, kantor
asuransi, notaris, hotel, dan pertokoan. Di sisi Timur gereja Belenduk,
dibangun lapangan terbuka yang digunakan untuk parade militer atau
pertunjukan musik di sore hari (van Velsen M.M.F. 1931).
Kawasan Kota Lama Semarang dibentuk sesuai dengan konsep perancangan
kota-kota di Eropa, baik secara struktur kawasan maupun citra estetis
arsitekturalnya. Kawasan ini memiliki pola yang memusat dengan bangunan
pemerintahan dan Gereja Blenduk sebagai pusatnya. Pola perancangan kota
tersebut sama seperti perancangan kota- kota di Eropa. Sementara pada
karakter arsitektur bangunan, kekhasan arsitektur bangunan di kawasan
ini ditunjukkan melalui penampilan detail bangunan, ornamen-ornamen,
serta unsur-unsur dekoratif pada elemen-elemen arsitekturalnya. Dengan
keberadaan Kota Lama Semarang, citra arsitektur Eropa telah hadir dan
menambah nuansa keberagaman arsitektur di Jawa Tengah dan daerah-daerah
sekitarnya, dan pada gilirannya memperkaya khazanah arsitektur di negeri
ini.
E. Kota Lama Sebagai Obyek Konservasi
Kota Lama menyimpan banyak sejarah Indonesia ketika dijajah oleh
Belanda. Kawasan yang dipenuhi oleh bangunan-bangunan kuno yang
mempunyai nilai arsitektur tinggi ini sudah menjadi cagar budaya
Indonesia yang patut di konservasi. Berdasarkan Undang-Undang No 5
Tahun 1992 dikemukakan yang dimaksud dengan benda cagar budaya adalah :
(dalam Bab 1 pasal 1) yaitu : (1) Benda buatan manusia, bergerak atau
tidak bergerak, yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian
atau sisa sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau
mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya
50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan; (2) Benda alam yang dianggap mempunyai
nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Kawasan Kota Lama memiliki sekitar 50 bangunan kuno yang masih berdiri
dengan kokoh dan mempunyai sejarah Kolonialisme di Semarang yang patut
dikonservasi. Beberapa di antaranya yaitu :
1. MERCUSUAR
Bangunan ini dibangun pada tahun 1884. Pembangunan mercusuar ini
berkaitan dengan pembangunan kota Semarang sebagai kota Pelabuhan oleh
Pemerintah kolonial untuk pengangkutan ekspor gula ke dunia.
2. STASIUN K.A. TAWANG
Stasiun Tambak Sari di Jalan Pengapon, dibangun oleh (NEDERLANDSCHE INDISCHE SPOORWEGMAATSCHARIJ), Diresmikan oleh Gubenur Jenderal MR. BARON SLOET VAN DE BEELE.
Stasiun ini menggantikan stasiun sebelumnya yang dibangun pada 16 Juni
1864 – 10 Februari 1870 yang melayani jalur Semarang – Jogja – Solo.
Karena stasiun itu tidak memenuhi syarat lagi, akibat bertambahnya
volume pengangkutan maka dibangunlah Stasiun Tawang. Arsitek gedung ini
adalah JP DE BORDES. Bangunan ini selesai dibangun pada bulan Mei 1914.
Bangunan ini mempunyai langgam arsitektur yang Indische yang sesuai
dengan kondisi daerah tropis. bangunan ini mempunyai sumbu visual dengan
Gereja Blenduk sehingga menambah nilai kawasan. Bangunan ini termasuk “tetenger” Kota Semarang.
3. PT. MASSCOM GRAPHY
Bangunan ini terletak di Jl. Merak 11 – 15. Gedung ini semula dimiliki
oleh HET NOORDEN yaitu surat kabar berbahasa Belanda. Gedung ini
mempunyai nilai yang tinggi merupakan cikal bakal dunia pers di
Semarang. Saat ini bangunan ini dialih gunakan untuk PT. MASSCOM GRAPHY
yang merupakan perusahaan percetakan surat kabar di Suara Merdeka Group.
4. GEREJA BLENDUK
Berusia lebih dari 200 tahun dan dijadikan “tetenger” (Landmark) kota Semarang. Terletak di Jalan Let Jend. Suprapto No.32. Bangunan ini mulai berdiri pada tahun 1753, digunakan untuk gerejaNEDERLANDSCHE INDISCHE KERK.
Gedung ini diperbaiki lagi pada tahun 1756, 1787, dan 1794. Pada tahun
1894 bangunan ini dirombak seperti keadaan sekarang. Arsitek pembangunan
ini adalah HPA DE WILDE dan WWESTMAS. Keberadaan gereja ini berperan besar terhadap perkembangan agama kristen di Semarang.
5. SUSTERAN ORDO FRANSISKAN
Bangunan ini terletak di Jl. Ronggowarsito No. 8. Semula pada tahun 1808 Pastur LAMBERTS PRINSENmemprakarsai pendirian rumah yatim piatu Katholik untuk putra diberi nama WEESHUIS. Pada tahun 1870 datang sekelompok suster dari Ordo FRANSISKAN ke Semarang, kemudian seorang arsitek bangsa Belanda M. NIESTMAN merancang
bangunan di lokasi tersebut untuk susteran. Pembangunan dimulai pada
tanggal 16 Februari 1906. Komplek ini memanjang dari Jl.R. Patah sampai
Jl. Stasiun Tawang. Sebelum kemerdekaan bangunan ini pernah digunakan
untuk markas tentara GURKHA.
6. KANTOR TELEKOMUNIKASI
Bangunan ini terletak di Jl. Let Jend Suprpto No. 7. Bangunan ini
didirikan sekitar tahun 1907 bersamaan dengan Kantor Pos Semarang.
Bangunan ini sampai sekarang masih digunakan untuk kantor Telkom.
Bangunan ini dirancang sesuai untuk daerah tropis, berada tepat di mulut
jalan Branjangan, waktu itu dinamai jalan STADTHUIS STRAAT.
7. GEDUNG JIWASRAYA
Bangunan yang terletak di Jl. Let. Jend. Suprapto 23 – 25 ini dibangun pada tahun 1920. Arsitek gedung ini adalah HERMAN THOMAS KARSTEN.
Seperti pada bangunan-bangunan rancangannya, gedung ini dirancang
sesuai dengan iklim tropis. Bangunan ini terdiri dari 3 lantai, sampai
saat ini digunakan untuk bangunan perkantoran.
8. GEDUNG MARBA
Dibangun pada pertengahan abad XIX, terletak di Jl. Let.Jend. Suprapto No.33 yang waktu itu bernamaDEHEEREN STRAAT, merupakan bangunan 2 lantai dengan tebal dinding kurang lebih 20 cm. Pembangunan gedung ini diprakarsai oleh MARTA BADJUNET, seorang warga negara Yaman, merupakan seorang saudagar kaya pada jaman itu.
Untuk mengenang jasanya bangunan itu dinamai singkatan namanya MARBA.
Gedung ini awalnya digunakan sebagai kantor usaha pelayaran, Ekspedisi
Muatan Kapal Laut (EMKL).
Selain kantor tersebut digunakan pula untuk toko yang modern dan
satu-satunya pada waktu itu, DE ZEIKEL. Setelah pensium, perusahaan
pelayarannya dipegang oleh anaknya MARZUKI BAWAZIR. Saat ini bangunan
ini tidak ada aktivitasnya dan digunakan untuk gudang.
9. GEDUNG PT. SUN ALLIANCE
Bangunan ini berdiri sekitar tahun 1866. Hal ini dibuktikan dibagian
kerucut muka gedung bagian atas ada tertulis “SAMARANG 1866”. Gedung ini
bagian dari bangunan Borumij Wehry. Gedung ini merupkan gedung tertua
yang masih berfungsi dan terawat dengan baik, dan dipakai untuk
perusahaan asuransi. Konstruksi bangunan ini sudah mengadaptasi bangun
yang berciri untuk udara tropis.
10. KANTOR PT. RAJAWALI NUSINDO
Bangunan ini terletak di kawasan Jl. Mpu Tantular 11-15 Semarang
dibangun pada awal XIX. Semula bangunan ini digunakan untuk kolonial.
Kemudian beralih, digunakan untuk kantor dagang OEI TIONG HAM CONCERN.
Ia seorang keturunan cina, orang terkaya di Semarang pada waktu itu.
Pada waktu kemerdekaan gedung ini diambil alih oleh pemerintah RI dan
digunakan sebagai Kantor Panitia Utang Piutang Negara(PUPN). Setelah itu
dialihkan fungsikan untuk PT. RAJAWALI NUSINDO.
Bangunan kuno diatas hanya sebagian kecil dari bangunan-bangunan kuno
yang terdapat di kawasan Kota Lama yang patut dijaga, dipelihara, dan
dilestarikan. Bangunan kuno tersebut merupakan aset budaya Indonesia
yang tidak ternilai harganya, baik dari segi arsitekturnya maupun
historisnya. Oleh karena itu Pemerintah Kota Semarang harus lebih aktif
menjadikan kawasan Kota Lama sebagai wilayah konservasi di Semarang.
F. Upaya Pemerintah Kota Semarang dalam Konservasi Kawasan Kota Lama
Pemerintah Kota Semarang tidak berdiam diri melihat keberadaan Kawasan
Kota Lama yang semakin lama semakin memperihatinkan. Pemerintah Kota
Semarang telah mengeluarkan Perda Nomor 8 Tahun 2003 tentang Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Kota Lama. Namun, walaupun
sudah terdapat Perda yang mengaturnya, kondisi kawasan Kota Lama lama
masih memprihatinkan. Hal ini karena aplikasi dari Perda tersebut masih
sangat minim.
Menurut Widya Wijayanti “ada 3 cacat lahir yang dibawa oleh Perda tersebut, yaitu :
1. Perda disusun berdasarkan rencana-rencana yang berasal dari
sewindu sebelumnya. Perda tersebut kurang menangkap dengan jeli
perubahan-perubahan yang sedang terjadi di dunia, terutama di tanah air,
dan bagaimana perubahan tersebut berpengaruh pada kondisi regional dan
Kota Semarang.
2. Label Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan semestinya tidak
perlu membelenggu dan menyebabkan isinya berputar-putar di sekitar
penataan fisik bangunan semata, yang pada hal-hal kurang pokok terkadang
terjerumus terlalu dalam.
3. Hak-hak pemilik/penghuni yang harus mematuhi aturan yang disusun pemerintah tidak memperoleh ruang dalam perda tersebut.
Melihat kekurang itu seharusnya Pemerintah Kota Semarang harus segera
merevisi ulang perda tersebut. Pemerintah Kota Semarang harus lebih
aktif dan jelih melihat perkembangan Kota Lama Semarang. Pemerintah Kota
Semarang harus melakukan konservasi yang terintegrasi pada Kota Lama,
dan ada tujuh konsep dalam melakukan konservasi yang terintegrasi yaitu:
1. merupakan sebuah proses bukan sebuah projek;
2. konservasi membutuhkan keseimbangan dalam pengembangan dan kebutuhan penghuni;
3. merupakan gabungan jangka-panjang yang berkelanjutan: sosial
(penghuni); ekonomi (skala kecil perusahaan setempat); budaya
(konservasi); dan ekologi (sumber daya alam–kesadaran)
4. lingkungan hidup harus ditingkatkan melalui pro-aktif dan program yang mendukung;
5. perbaikan keadaan ekonomi penghuni merupakan bagian dari pendekatan;
6. dibutuhkan partisipasi yang luas dari stakeholders termasuk komunitas setempat;
7. pengembangan projek skala besar harus dihindari.
Pemerintah kota Semarang harus menerapkan konsep-konsep ini dalam
upayanya melestarikan Kota Lama. Konsep ini harus dijalankan secara
aktif, berkala, dan berkelanjutan dan juga dibutuhkan peran serta dari
masyarakat Semarang jika masih ingin melihat keberadaan Kota Lama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penjelasan diatas yaitu :
1. Konservasi adalah tindakan untuk memelihara sebanyak mungkin secara utuh dari bangunan bersejarah yang ada.
2. Kawasan Kota Lama Semarang patut dijadikan wilayah konservasi,
karena di kawasan tersebut terdapat banyak bangunan-bangunan kuno
peninggalan kolonial Belanda yang mempunyai nilai arsitektural yang
tinggi.
3. Pemerintah Kota Semarang masih kurang memberikan perhatian dalam melestarikan kawasan Kota Lama.
B. Saran
Saran kami dari penulis yaitu :
1. Perlu adanya perda baru mengenai pelestarian/konservasi kawasan Kota Lama.
2. Pemerintah Kota Semarang seharusnya lebih sensitif melihat
perkembangan Kota Lama Semarang yang dapat dijadikan pusat pariwisata di
kota Semarang.
3. Masyarakat Semarang pada umumnya dan masyarakat di sekitar kawasan
Kota Lama pada khususnya, harus memberikan peran serta dalam menjaga
kelestarian Kota Lama Semarang, sehingga beban untuk pelestarian Kota
Lama Semarang tidak berada sepenuhnya dipundak pemerintah kota.
DAFTAR PUSTAKA
Brommer, B, et.al., Beeld van Een Stadt, Asia Major,Nederland. 1995.
Cramer, B.J.K. Dr. Berlage over moderne Indische Bouwkunst en Stadtsontwikkeling, Indisch
Bouwkundig Tijdschrift 2. 1924, H.6
van der Wall, V.J., Oude Hollandsche Bouwkunst in Indonesia, Hollandsche koloniale bouwkunst in de XVII ein XVIII eeuw, Antwerp. 1942.
van Lier, H.P.J. Semarang´s Stad en ”ommelanden”, ohne Verlag, Semarang. 1928.
van Velsen, M.M.F. Gedenkboek der Gemeente Semarang, N.V. Dagblad de Lokomotief,
Semarang. 1931.